...Bagaimana tidak, Laki-laki yang selama ini Saya cintai, Saya harapkan bisa berubah justru tega melakukan poligami, tega membina Rumah Tangga dengan Wanita lain. Tapi Saya tidak berani berbuat banyak...
Pada awalnya Saya merasa bangga bisa memiliki Suami dengan pekerjaan serta posisi yang membanggakan. Secara umum, Orang akan menganggap Saya adalah wanita yang sangat beruntung. Kisah Rumah tangga Kami pada awalnya sangat indah. Saya sangat menghargai Dia, dan selalu menuruti apa yang Dia sarankan, karena apa yang Dia sampaikan semua demi kebaikan. Tapi lama-lama rasa ingin tahu terhadap suatu hal tentang Dia juga aktivitas diluar Dinas, muncul dalam pikiran. Awalnya bukan sebuah masalah dan bisa sedikit maklum. Tapi lama-lama rasa ingin tahu semakin besar. Pada awalnya Dia bisa memberi pengertian tapi lama-lama Dia justru marah jika mendapat pertanyaan yang sama. Bahkan untuk urusan gaji, Saya tidak pernah tahu dan Dia pasti marah jika Saya menanyakannya.
Ini tentu saja mengundang rasa curiga, ingin sekedar memancing saja tidak berani apalagi menuduh Dia macam-macam. Karena selain marah Dia juga tidak segan-segan melakukan tindakan fisik. Hingga pada akhirnya Dia ketahuan selingkuh dengan Wanita lain. Saya sebagai Wanita yang statusnya istri sah darinya tentu saja sangat sakit dan juga marah. Akan tetapi bukan permintaan maaf yang Saya dapat, tapi justru penganiayaan.
Sejak saat itu, Dia tidak lagi sembunyi-sembunyi jika selingkuh. Kadang Dia berani membawa pulang wanita selingkuhannya. Bahkan saat saya sedang sakit, Dia dengan santai membawa pulang wanita lain tanpa merasa berdosa. Lebih parah lagi, Dia tidak lagi memberikan nafkah lahir untuk biaya hidup Saya dan juga anak. Saat itu Saya masih cukup beruntung karena masih dapat bantuan dari Orang Tua. Tapi setelah Ayah kandung Saya meninggal, Saya harus bekerja untuk biaya hidup Saya juga anak.
Puncak
kisah sedih yang Saya alami, ketika Dia menikah lagi dengan Wanita lain. Jujur sebenarnya Saya tidak kuat menerima kenyataan menjadi korban poligami. Bagaimana tidak, Laki-laki yang selama ini Saya cintai, Saya harapkan bisa berubah justru tega melakukan poligami, tega membina Rumah Tangga dengan Wanita lain. Tapi Saya tidak berani berbuat banyak. Bahkan Saya pernah meminta cerai tapi justru mendapat siksaan juga ancaman. Saya harus tetap jadi istri sah dari Dia demi pekerjaannya. Padahal Saya tidak sedikitpun mendapatkan bagian dari pekerjaannya. Yang ada seluruh gajinya diberikan untuk istri mudanya yang Dia nikahi secara siri.
Saya harus berjuang keras karena tidak ada lagi dukungan finansial dari Orang Tua. Bahkan demi menghidupi keempat anak Saya, Saya pernah kerja sebagai pembantu. Tidak terbayangkan istri dari Orang yang sering dianggap masyarakat sebagai Orang mapan dengan pekerjaan yang membanggakan, istrinya bekerja sebagai pembantu Rumah Tangga.
Karena dirasa tidak bisa mencukupi, Saya rela kerja apa saja yang penting halal dan cukup untuk biaya hidup anak-anak. Dan hingga akhirnya Saya memilih untuk jualan makanan. Hasil dari itu cukup untuk menghidupi anak juga biaya pendidikan Mereka. Dari salah satu pelanggan, Saya mendapatkan kesempatan bekerja dan dalam pekerjaan itu tidak sembarang Orang bisa menempati posisinya. Saya belajar dan tidak menyerah hingga akhirnya berhasil masuk dan meninggalkan usaha kecil-kecilan yang selama ini Saya jalani.
Dan Tuhan sepertinya memang bersikap adil. Suamiku mendapatkan teguran dari Tuhan. Istri mudanya sakit sehingga Dia harus mencari pinjaman, menguras tabungan, bahkan hingga menjual semua barang yang dimiliki termasuk Rumah. Tapi semua itu sia-sia. Istri muda yang selama ini Dia banggakan tidak tertolong, Dia meninggal karena kanker. Sejak itu Suami Saya stress berat, Dia kembali lagi ke Rumah. Dan sering sakit-sakitan hingga Saya dan anak-anak harus merawat Dia. Mungkin Orang lain berpikir Saya bodoh, tapi inilah kasih sayang yang selama ini saya miliki terhadapnya. Saya merawatnya hingga Dia menghembuskan nafas terakhir. Dan kini, di Usia senja Saya masih bekerja pada posisi yang sama. Disinilah Orang-orang yang bisa selalu ada dan seperti keluarga Saya sendiri, karena anak-anak sudah Dewasa dan memiliki kehidupan sendiri. Mereka sudah sukses dengan kehidupan yang sudah mapan. Saya tidak berharap apa-apa dari Mereka karena yang paling penting Mereka tidak merasakan apa yang Saya rasakan dulu. Bisa merasakan kebersamaan dengan Mereka atau setidaknya hanya mendapatkan kabar dari Mereka, itu sudah sangat cukup bagi Saya.
Sekian..
Kisah sedih ini dialami oleh teman penulis madjongke.com sendiri. Meskipun beda generasi Beliau tetap bisa menghargai penulis meskipun jelas-jelas jauh dibawahnya. Kita Doakan saja semoga Beliau bisa merasakan kebahagiaan sejati bersama anak-anaknya. Poligami memang sering dijadikan sebagai solusi, tapi sayangnya tidak banyak yang benar-benar bisa menjalani dan memahaminya. Kebanyakan hanya menggunakannya untuk memenuhi keinginan pribadi dan yang pasti tidak ada keadilan sama sekali didalamnya, hanya agar tetap dianggap benar.
Lihat Kisah Nyata Lain
Disini