Aku adalah Wanita yang berasal dari Keluarga sederhana. Tidak ada target muluk-muluk bagi Orang Tuaku untuk anak-anaknya. Yang penting anaknya bisa baca tulis dan hitung, sudah dianggap cukup untuk modal menjalani hidup. Jangankan dukungan finansial untuk masalah pendidikan yang lebih tinggi, untuk makan saja Keluargaku masih dikatakan apa adanya. Cara berpikir Orang Tua, kerja apa saja yang penting bisa bertahan hidup untuk saat ini. Jadi tidak ada pikiran untuk maju apalagi memikirkan masa depan anak-anaknya. Paling penting bagi Orang tua, bisa menghidupi anak hingga pernikahan.
Singkat cerita, Aku kenal dengan Seorang Pria. Tentu bukan hal yang sulit untuk mendapatkan restu dari Orang Tuaku. Karena tidak ada kriteria khusus, yang penting kerja meskipun kerja serabutan yang tidak menentu hasilnya tidak jadi masalah. Jujur Aku juga tidak punya pikiran terlalu jauh saat itu. Pikiranku saat itu, bisa mengurangi beban Orang tua karena hal itu akan menjadi tanggung jawab Suamiku. Aku akhirnya menikah dengan Pria tersebut.
Suamiku kerja serabutan dan saat tidak ada pekerjaan cuma membantu Orang tuanya di sawah. Aku tentu saja hanya menjadi Ibu Rumah tangga. Karena sudah terbiasa dengan kehidupan yang sederhana, kehidupan yang penuh kekurangan tidak masalah bagiku. Semua terasa biasa saja bagiku saat itu.
Mungkin karena tidak merasa dituntut, Suamiku perlahan menjadi pemalas. Seperti tidak ada tanggung jawab meskipun sudah memiliki anak. Semakin jarang mendapatkan kerjaan, namun tidak punya inisiatif untuk mencari informasi pekerjaan. Makan pun Kami akhirnya bergantung pada Mertuaku. Hal ini berjalan dalam waktu yang cukup lama. Kehidupan Kami lebih banyak bergantung pada Mertua. Memang pada awalnya tidak jadi masalah, namun seiring berjalannya waktu perasaan Aku mulai terganggu. Banyak cibiran hingga kurangnya penghargaan dari para tetangga. Aku pun sering menjadi sasaran omongan dari saudara-saudara Suamiku.
Mulai terasa kebutuhan semakin banyak, dari anak yang mulai sekolah hingga kebutuhan-kebutuhan lain seperti terus menuntut untuk dipenuhi. Dengan keadaan itu, tentu saja Aku punya pikiran untuk bekerja sendiri. Serabutan dengan hasil yang tidak terlalu banyak. Membantu tetangga jualan, cuci cuci, hingga kadang menjadi buruh tani ketika musim tanam tiba. Semua itu Aku lakukan dan justru Suami semakin malas.
Dibanding waktu untuk bekerja, suamiku lebih banyak menghabiskan waktu di Rumah. Hingga suatu saat, teman Suamiku mulai sering datang, sebut saja Pak NR. Pak NR adalah seorang mandor bangunan yang dulu pernah menggunakan tenaga Suamiku. Pak NR sering sekali datang dan sering membawakan banyak oleh-oleh untuk Keluarga Kami.
Antara Aku dengan Pak NR pun wajar jika akhirnya juga sama-sama mengenal. Saking akrabnya dengan Suamiku, Pak NR berkali-kali menginap. Hingga akhirnya suatu ketika, Suamiku alasan ingin pergi keluar sebentar. Tinggal Aku, Pak NR, anak dan Kedua Mertuaku yang sudah tidur.
Saat itulah Pak NR melakukan hal yang sebenarnya tidak pantas Aku terima. Dia melakukan hal yang akhirnya benar-benar membuat hidupku berubah. Ada keinginan untuk menolak dan berteriak, namun ada sesuatu yang membuatku tidak berani melakukan itu. Rasa sungkan, takut malu, hingga bermacam perasaan lain. Aku juga takut akan terjadi keramaian jika sampai Aku nekad berteriak. Semua berjalan dan Aku masih tidak percaya dengan hal itu. Semua berjalan begitu cepat dan seperti mimpi buruk yang tidak bisa Aku lupakan hingga saat ini.
Keesokan harinya, Suamiku memiliki ekspresi yang berbeda dari biasanya, Dia menjadi lebih pendiam dan seperti menyembunyikan sesuatu. Pikiranku macam-macam, apakah suamiku tahu kejadian itu, apakah suamiku sengaja, atau sebenarnya ada alasan lain yang membuatnya seperti itu. Aku belum berani menceritakan hal itu. Aku masih menyimpannya hingga beberapa hari.
Pak NR datang lagi ke Rumah, ekspresinya juga berbeda. Keceriaan dengan Suamiku juga sudah berubah, tidak seperti biasanya yang sama-sama asyik bercanda. Tidak tahan menyimpan rasa penasaran, Aku ceritakan apa yang dilakukan Pak NR terhadapku malam itu pada Suami. Sempat takut namun aku bertekad dan siap dengan segala resikonya. Tapi bukan marah atau kecewa, Suamiku cuma diam saja. Aku desak sebenarnya ada apa, akhirnya suamiku cuma menyatakan bahwa Kami harus tetap menghormati Pak NR, karena Dia sudah banyak membantu kebutuhan Keluarga Kami.
Beberapa hari kemudian, Pak Nr membelikan motor untuk Suamiku. Aku sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi meskipun tidak ada cerita langsung dari Mereka. Dan untuk kedua kalinya, Suamiku pamit keluar ketika Pak NR menyatakan ingin menginap. Seperti mempersilahkan, Suamiku menatapku tanpa kata-kata. Seolah pasrah dan berusaha memberitahu tugasku untuk melayani Pak NR.
Aku jujur serba salah, namun juga tidak kuasa untuk melawan. Sungkan, takut, dan perasaan lain masih Aku rasakan. Tapi andai saja tidak hutang budi, mungkin Aku tidak ingin begini akhirnya. Sejak saat itu, hal itu menjadi kebiasaan. Namun sepertinya suamiku mendapatkan jatah setiap harinya. Semua kebutuhan terpenuhi dan Aku tidak lagi diperbolehkan bekerja. Justru Aku diberi suamiku uang untuk mempercantik diri.
Semakin lama tidak memandang waktu, siang pun hal itu harus terjadi. Dan setiap Pak NR datang, Suami pasti pergi keluar. Mertuaku mungkin karena terlalu tua tidak begitu menyadari apa yang terjadi. Namun Aku yakin tetangga perlahan pasti mengetahuinya. Tapi semakin lama Aku juga tidak peduli lagi dengan semua itu. Aku justru merasa menemukan hidup yang penuh dengan kemudahan. Tidak ada rasa khawatir terhadap masa depan anak dan kebutuhan, juga ada uang jatah untuk perawatan diri.
Tapi meskipun begitu kadang ada rasa berdosa dengan Suami. Apakah Dia tersakiti, apakah Dia merasa cemburu, atau Dia juga menikmati keadaan ini?. Cukup santai dan kebutuhan tercukupi. Tidak perlu lagi harus susah payah, motor pun sekarang punya. Jujur saja Aku seperti tidak punya pilihan. Pernah suatu ketika Aku ingin jadi TKW di luar negeri, tapi Suami justru marah dan menuntut Aku untuk tetap di Rumah.
Aku bingung harus bagaimana, yang jelas ada keinginan untuk keluar dari keadaan ini. Tapi Aku sendiri bingung harus melakukan apa untuk mengatasinya.
Selesai..
Kisah ini diceritakan oleh MH dan ditulis ulang oleh penulis madjongke.com. Untuk kisah nyata yang lain silahkan kunjungi
link berikut ini.
Kisah nyata lain:
Sahabat memaksaku untuk memiliki istrinya
Cerita cinta Aku dan Om sendiri
Sejak Dia mencintai pacarku, Aku balas dengan mencintai istrinya