Banyak nasehat yang menyarankan untuk menganggap Ibu mertua sama dengan Ibu kandung. Secara teori hal seperti itu tampak mudah, tapi pada kenyataannya begitu sulit untuk dilakukan. Banyak kesan berbeda jika membandingkan antara ikut Ibu mertua dengan Ibu kandung. Kita tidak perlu membahas masalah yang berat-berat, yang ringan saja sudah bisa diketahui perbedaannya. Dari hal sederhana itulah yang akhirnya menciptakan rasa tidak nyaman. Jadi meskipun sama-sama santai, inilah perbedaan ikut Ibu mertua dengan ikut Ibu sendiri atau kandung.
1. Ketika masih ikut Ibu kandung, Kita masih memiliki kebebasan untuk santai. Saat Ibu kandung sedang melakukan suatu pekerjaan dan Kita merasa sangat lelah, Kita merasa pantas untuk tidak memberikan bantuan. Kita merasa memang sudah seperti itu tugas sehari-hari Ibu. Tidak akan jadi beban pikiran bagi Kita jika tidak memberikan bantuan jika keadaan sedang benar-benar tidak mendukung. Seketika memberikan alasan pun tetap bisa membuat Kita tidur nyenyak.
2. Lain lagi jika Ibu Mertua, ketika Kita sedang merasa lelah dan istirahat, sepertinya masih ada rasa tidak enak jika melihat Ibu mertua melakukan suatu pekerjaan. Kita seperti merasa tidak layak jika harus istirahat sementara Ibu mertua melakukan suatu pekerjaan. Rasanya seperti membiarkan atasan melakukan pekerjaan sedangkan Kita duduk santai melihatnya. Padahal Ibu mertua melakukan itu juga merupakan suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Tapi tetap saja ada tekanan batin jika Kita tidak membantunya.
3. Saat masih ikut Ibu kandung, ketika mendapatkan perintah untuk melakukan sesuatu, Kita masih bisa memberikan penolakan dengan atau tanpa alasan. Meskipun dengan keadaan mengomel, Ibu kandung tidak terlalu menjadikan hal itu sebagai masalah yang besar. Dan Kita sendiri juga tidak peduli akan dampak setelahnya, karena sudah jadi kebiasaan semua akan baik-baik saja akhirnya.
4. Sedangkan setelah ikut Ibu mertua, melakukan penolakan akan membuat Kita merasa terbebani dengan kesan dan akibat setelahnya. Seperti ada rasa takut akan resiko yang ditimbulkan setelah itu. Tergantung karakter Ibu mertua juga, tapi tetap saja memberi dampak secara psikologis bagi Kita setelah memberikan penolakan.
5. Ketika ikut Ibu kandung, dan saat terjadi perselisihan, Kita seperti memiliki keberanian untuk mempertahankan keyakinan. Kita tidak merasa takut untuk membela diri dengan argumen bahkan cenderung menjadi sosok yang egois. Ketika Kita menyakiti Ibu kandung sendiri, Kita tahu itu tidak akan menjadi dendam. Bahkan ketika terjadi berkali-kali, semuanya tetap akan berakhir baik-baik saja.
6. Saat terjadi perselisihan dengan Ibu mertua, ceritanya akan berbeda. Kita memang bisa memiliki keberanian, tapi tetap saja ada rasa takut terhadap resiko kedepan. Sebab ketika Kita mempertahankan diri dan membela diri, jika sampai menyakiti hati Ibu mertua akan terasa hingga seterusnya. Tidak ada rasa aman karena hal itu bisa memicu sikap-sikap negatif Ibu mertua pada Kita. Dan untuk jangka panjang, Dia bisa menjadi Ibu mertua yang memberikan rasa tidak nyaman dan juga rasa tidak aman.
7. Sama halnya ketika Ibu kandung menyakiti Kita, Kita bisa merasa sakit hati. Itu bisa Kita rasakan cukup lama, tapi tetap saja pada akhirnya Kita akan kembali padanya. Kita akan merindukan bahkan menyesal meskipun sebenarnya Ibu kandung melakukan itu juga sebagai sebuah kesalahan.
8. Sedangkan jika Ibu mertua menyakiti Kita, perasaan sakit hati itu akan lebih lama dirasakan. Dampaknya Kita merasa tidak nyaman dan merasa Ibu mertua bukan sosok yang baik. Hal itu juga berdampak pada cara pandang Kita pada Ibu mertua. Dan secara otomatis, menciptakan perasaan dan juga sikap negatif dari diri sendiri untuk kedepan.
9. Saat ikut Ibu kandung, sedikit hal yang Kita lakukan untuknya sudah bisa memberikan perasaan senang. Sedikit hal yang Kita lakukan untuknya bisa memberikan kebahagiaan tersendiri bagi Ibu kandung. Seolah apa yang Kita lakukan benar-benar memberikan perubahan besar meskipun pada kenyataannya hal itu sangat tidak berarti menurut cara pandang Orang lain.
10. Berbeda halnya dengan Ibu mertua, banyak hal yang Kita lakukan untuknya, justru terasa kurang. Justru terasa tidak ada benarnya. Seolah ada tuntutan tinggi yang harus Kita penuhi. Kita tidak bisa menjadi sosok malaikat jika apa yang Kita lakukan tidak berarti. Inilah hal yang umumnya menjadi masalah dan muncul konflik antara menantu Wanita dengan Ibu mertua.
Tapi seperti apapun Ibu mertua, Kita tetap harus hormat. Karena Dia adalah Ibu dari Suami. Dan bagi yang merasa menemukan kenyamanan dengan Ibu mertua, jangan lupa pada Ibu kandung. Tetap hormati yang lebih tua dan ciptakan kedamaian dari dalam diri sendiri.
Baca juga: 7 Ciri Mertua perusak pernikahan.