.... Tapi meskipun status Saya janda, hingga saat ini Saya masih perawan. Belum pernah sekalipun ada Pria yang ....
Sebut saja Saya Harum, Saya lahir dari Keluarga yang sangat sederhana. Tinggal di lingkungan pedesaan yang jauh dari keramaian Kota. Aktivitas Saya sehari-hari saat itu hanya sekolah dan setelah pulang membantu Orang Tua, tidak ada yang namanya jalan-jalan atau kumpul sama teman.
Saya rasa itu sudah biasa, karena anak-anak yang lain juga begitu. Pengaruh kehidupan luar tidak begitu banyak mempengaruhi anak-anak dilingkungan Kami. Dari SD hingga SMP, jujur saja Saya tidak begitu terpikir untuk pacaran apalagi sampai menikah. Kedua hal itu sangat tabu bagi Saya dan teman-teman. Saya hanya menjalaninya sekedar mengikuti alur, tidak terpikirkan apa yang akan dilakukan nanti di masa yang akan datang.
Dalam lingkungan Saya, pendidikan bukan prioritas utama, para Orang Tua cenderung terobsesi untuk segera menikahkan anak gadis dengan Pria yang sudah bekerja. Standar Pria pilihan pun tidak muluk-muluk, yang penting sudah bekerja untuk memenuhi kebutuhan Keluarga nantinya. Meskipun pekerjaan yang dilakukan sekedarnya, kerja sekarang dan cukup untuk makan besok. Dan biasanya, Pria pilihan itu berasal dari Keluarga yang memiliki hubungan baik.
Maka bukan hal aneh jika baru lulus SMP banyak yang langsung menikah, bahkan ada yang cuma sekedar lulusan SD. Para Orang Tua seolah tidak terlalu bangga dengan pendidikan tinggi, prestasi, apalagi kemapanan secara finansial yang sebenarnya. Mungkin ini terjadi karena minimnya pengaruh dan juga informasi dari luar. Kalaupun tahu dari Televisi, Mereka menganggap itu bukan kehidupan Mereka, itu adalah kehidupan Orang lain yang cukup sekedar tahu saja tanpa harus ditiru.
Jujur setelah memasuki masa ujian kelulusan SMP, ada dorongan kuat dalam diri Saya untuk pergi merantau agar lebih tahu banyak kehidupan luar. Tapi tanpa Saya ketahui, tanpa pemberitahuan, tanpa diskusi, Orang Tua sudah menjodohkan Saya dengan Pria yang tidak begitu saya kenal. Ditambah lagi yang namanya pacaran belum mengerti, apalagi sampai menikah.
Jujur setelah tahu Saya menolak hal itu, tapi penolakan itu langsung menciptakan kesan seolah Saya adalah anak durhaka. Bukan cuma Orang Tua yang sepertinya membenci Saya, tapi calon Mertua juga menilai kalau Saya adalah anak pembangkang. Respon negatif pun sering Saya rasakan karena penolakan tersebut.
Seperti tidak ada pilihan lain, Saya harus mau menuruti hal itu. Baru selesai ujian Saya langsung melakukan pernikahan. Benar-benar merasa tidak bahagia dengan pernikahan itu, tidak bisa memaksakan diri agar merasa bahagia. Bisa dibayangkan pada usia 14 tahun dimana belum mengerti pacaran sudah dipaksa untuk menikah. Saat dimana seharusnya masih menikmati pendidikan, minimal cari pengalaman dengan bekerja atau entah bagaimana.
Setelah menikah Saya diwajibkan ikut Mertua. Sehari setelah pindah ke Rumah Mertua, jujur saja Saya benar-benar merasa sangat tidak nyaman. Disitulah naluri memberontak Saya sangat kuat. Saya tidur satu kamar dengan Suami, tapi jangankan melayaninya, disentuh pun Saya tidak mau. Saya selalu berusaha melawan ketika Suami memaksa. Mungkin karena kesal, Suami melaporkan hal itu pada Orang tuanya.
Mertua selalu saja marah dan menganggap Saya durhaka. Hingga Orang Tua Saya pun dilibatkan dan ikut memarahi. Saya seperti merasa sendiri karena semua menyerang dan tidak ada sedikitpun pengertian dalam diri Mereka. Mungkin karena merasa kesal, marah, bahkan benar-benar menjadi benci, Suami akhirnya menyerah dan memilih menceraikan Saya. Pernikahan Kami hanya berlangsung satu minggu saja. Sejak semua selesai, Saya ada rasa sedikit lega tapi tetap saja Saya seperti anak durhaka. Selalu disalahkan dan diungkit masalah tersebut.
Akhirnya Saya putuskan untuk keluar, cari kerja di Kota. Menenangkan diri dan menghindari segala macam caci maki. Kejadian itu sudah bertahun-tahun berlalu. Hingga kini jujur Saya masih trauma untuk menikah meskipun dari segi usia sudah seharusnya. Jika saja di kampung halaman mungkin Saya sudah dikategorikan perawan Tua.
Tapi meskipun status Saya janda, hingga saat ini Saya masih perawan. Belum pernah sekalipun ada Pria yang sudah menyentuh Saya. Memang karena status Janda ini, tidak sedikit Pria hidung belang yang berusaha mendekati, Tapi setelah Mereka tahu kenyataan bahwa Saya masih perawan, justru memilih mundur perlahan. Memang ada juga yang berniat untuk menikahi Saya, tapi terus terang Saya masih trauma.
Mencari pengalaman, belajar tentang banyak hal, dan memperbaiki diri adalah tujuan utama Saya. Masalah menikah, Saya yakin Tuhan sudah menyiapkan jodoh untuk Saya nantinya. Semoga saja nanti, dengan kepergian ini membuat Orang tua sadar agar tidak selalu memaksakan kehendak Mereka sendiri.
Orang Tua tidak seharusnya memaksakan kehendak pada Anaknya. Anak lebih tahu tentang pilihan hidupnya. Cukup memberikan bekal dan arahan, keputusan akhir biarkan anak yang menentukan. Karena dalam hal ini, anak yang akan benar-benar menjalaninya. Orang tua hanya bisa menilai dari luar, urusan dalam cuma anak yang tahu kondisi sebenarnya.
Diceritakan oleh Harum dan diolah kembali oleh Rohmad Nur Hidayat