....Mungkin banyak yang berpikir kalau Saya terlalu bodoh. Karena jelas-jelas bersedia merawat anak yang secara biologis bukan anakku. Meskipun secara hukum Dia adalah anakku, tapi Saya tahu betul Dia bukanlah benih yang Saya tanam....
Sebut saja Saya Angga, Kisah nyata ini bermula ketika Saya berkenalan dengan Seorang Wanita. Dia tampak tertarik dengan Saya dan Saya juga begitu. Namanya Endah, Dia termasuk sosok Wanita cantik mempesona. Perkenalan Kami sangat singkat dan tidak butuh banyak waktu Kami jadian. Terkesan sangat mudah tanpa harus banyak membujuk, merayu, bahkan berjuang mati-matian. Mungkin karena Kami sama-sama memiliki ketertarikan.
Hubungan berjalan seperti biasanya, Kami memang sama-sama sepakat untuk segera menikah. Hingga akhirnya, Saya perkenalkan pacar dengan Keluarga dan kerabat yang lain. Tanpa Saya duga, ada satu kerabat yang tahu betul seluk beluk tentang Pacar saya. Pacar Saya bispak, dan sering kencan dengan Pria sembarangan. Ada perasaan tidak terima terhadap pengakuan itu meskipun Saya sendiri juga kurang begitu percaya.
Tapi jujur saja Saya sulit untuk merelakan Dia. Bahkan meskipun banyak dorongan dan tekanan untuk meninggalkan Dia, Saya merasa tidak sanggup untuk melakukan. Satu sisi Saya tidak bisa untuk memutuskan hubungan dan melupakan Dia, tapi di sisi lain ada perasaan tidak terima dengan kenyataan itu.
Bodohnya Saya ketika meminta konfirmasi langsung sama pacar, Saya justru terjebak untuk melakukan hal yang seharusnya belum pantas saya lakukan. Pacar memang mengakui, tapi hal itu membuat Saya tergoda untuk melakukan hal sama. Bukti cinta menjadi alasan hingga semua itu terjadi.
Tapi tidak lama kemudian Pacar mengaku hamil, Saya tentu merasa benar-benar terjebak dengan hal itu. Baru beberapa hari melakukan hal itu pacar sudah hamil. Sangat menjadi beban apalagi ditambah pengakuan pacar tentang kondisi yang sebenarnya. Itu sangat membuat hati Saya benar-benar terpukul. Merasa hidup ini tidak adil kenapa hal ini harus saya alami.
Memang pacar tidak menuntut Saya untuk tanggung jawab, tapi gambaran penderitaan yang akan Dia alami justru membuat Saya tersentuh. Dia mengaku akan merawat anak itu sendiri jika memang tidak ada yang mau bertanggung jawab untuknya, karena Dia sendiri tidak tahu secara pasti siapa ayah dari anak ini. Saya benar-benar seperti akan menangis, dan karena rasa kasihan itulah Saya memutuskan untuk menerima Dia apa adanya.
Keluarga Saya sempat menyarankan untuk meninggalkan Dia, tapi Saya benar-benar tidak sanggup. Bahkan ada pertanyaan apakah Saya sudah melakukan hubungan melebihi batas dengannya, tentu saja Saya cuma bisa diam dan tidak mampu menjawab hal itu. Hingga akhirnya Keluarga lepas tangan dan menyerahkan keputusan di tangan Saya.
Pernikahan terjadi dan Istri melahirkan anak yang Dia kandung, Kami merawat anak tersebut bersama-sama. Meskipun ada gejolak dalam diri, Saya selalu menanamkan dalam diri bahwa ini adalah Anak Saya. Tahun demi tahun berlalu, Istri Saya tampaknya benar-benar sudah tobat. Tapi perkiraan Saya ternyata salah besar.
Dia masih sering pergi dan bertemu dengan Pria manapun. Bukan hanya Pria baru tapi juga Pria yang dulu menjalin hubungan dengannya. Ada perasaan tidak terima tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Pernah ada Saudara yang melihat bahkan memberi tahu Saya, tapi entah kenapa Saya tidak ada keberanian untuk mendatanginya.
Pertengkaran demi pertengkaran terjadi dalam Rumah Tangga Kami, hingga akhirnya Kami harus berpisah. Saya akui anak yang lahir dalam pernikahan Kami memang bukan anak kandungku secara biologis, tapi ikatan emosional ini sudah sangat kuat. Saya ada perasaan tidak rela jika anak ini ikut bersama Ibunya. Apalagi Ibunya secara tegas tidak mau merawat anak ini.
Maka Anak sudah pasti ikut saya, Saya berusaha membesarkan Dia dengan kemampuan yang apa adanya. Mungkin banyak yang berpikir kalau Saya terlalu bodoh. Karena jelas-jelas bersedia merawat anak yang secara biologis bukan anakku. Meskipun secara hukum Dia adalah anakku, tapi Saya tahu betul Dia bukanlah benih yang Saya tanam.
Kini Saya hidup berdua dengan anak, berjuang sendiri untuk membuatnya jadi Orang. Sedangkan Mantan Istri menjadi dirinya yang dulu. Kesana kemari gandeng Pria sembarangan. Sakit hati ini tapi tidak ada jalan lain selain berusaha menjadi yang lebih baik.
Selesai.
Kisah nyata diatas benar-benar dialami oleh teman lama Penulis Madjongke. Jadi pelajaran bagi para Pria untuk selalu waspada. Jangan mengikuti nafsu sebelum akhirnya terjebak perangkap. Untuk menghindari hal semacam ini, jangan menyentuh lebih dulu sebelum waktunya. Sebab itu bisa saja sebenarnya hanya sebuah jebakan. Contohnya adalah kisah yang satu ini
Pacarku Hamil, Padahal Aku Tidak Pernah Menyentuhnya