Ketika dia yang kita inginkan, kita merasa tidak masalah jika berjuang terus untuknya. Kita yakin suatu saat bisa mendapatkan hatinya, bukan hanya kehadiran secara fisik yang dipaksakan. Meskipun dari apa yang dia tunjukkan, sebenarnya cukup mampu memberi pengertian bahwa dirinya tidak begitu menginginkan kita. Tapi justru hasrat terhadapnya terasa meningkat. Dia tampak lebih menarik minat, membuat semangat kita semakin besar untuk terus berusaha, bahkan kita tidak ingin jika dia sampai lepas dari genggaman.
Ya, sikap cuek dan rasa tidak peduli yang ditunjukkan justru membuat kita tidak mampu untuk berdiam diri apalagi merelakan dia pergi untuk bahagia bersama orang lain. Seakan sikap penolakan itu menciptakan magnet yang menarik keinginan kita untuk semakin mengejarnya.
Hingga rela merasakan sedikit kebahagiaan dengan banyak perjuangan lebih dulu. Rela merasakan sakit berkali-kali hanya untuk mendapatkan apa yang kita inginkan darinya, meskipun sebenarnya tidak seberapa jika bukan dia yang memberikannya. Tapi hasil yang tidak seberapa itu, membuat kita benar-benar merasakan kebahagiaan. Bukan karena tindakannya, tapi lebih fokus pada siapa yang memberikan.
Kemudian meyakini jika kita bisa mendapatkan lebih dari yang sudah diberikan, kita benar-benar membayangkan betapa bahagianya bisa menjadi miliknya dalam keadaan yang diharapkan.
Dan kita menjadi lupa, atau sebenarnya sadar betul tapi sengaja membutakan diri terhadap penderitaan dan sakit hati dalam melakukan pengejaran untuknya. Sudah tidak bisa berpikir jernih, apalagi sampai menggunakan logika. Perasaan benar-benar terbawa dan pikiran selalu fokus tanpa bisa sejenak melupakan.
Hidup mulai dipenuhi dengan sekedar harapan, yang sebenarnya mudah didapatkan dari orang lain tapi terasa begitu sulit jika ingin mendapatkan harapan itu darinya. Sangat disayangkan, keyakinan tumbuh lebih dalam dan itu menjadi awal dari penderitaan yang lebih dalam juga.
Seperti tidak mampu menerima dari orang lain, seolah hanya dia satu-satunya orang yang boleh mewujudkan harapan tersebut. Kita tidak akan pernah bisa berhenti berharap padanya sebelum kesadaran itu kembali karena kenyataan yang sudah berjalan sejak dulu.
Sekarang belum, tapi suatu saat nanti kita pasti akan menyadari bahwa dia bukan sosok yang kita inginkan, apalagi kita butuhkan. Andai saja memaksakan diri agar dia benar-benar menjadi milik kita, secara tidak langsung kita akan seperti budak. Kita harus mengikuti aturan main yang dia terapkan dalam hubungan.
Kedepan keadaan tidak mungkin cepat berubah, bahkan bisa saja tidak berubah sama sekali. Dia akan terus mendampingi kita tapi dengan memberikan penderitaan demi penderitaan. Atau setidaknya, dia tidak akan pernah memberikan banyak seperti yang kita harapkan. Dia bisa seperti itu terus, yang membutuhkan banyak perjuangan dari kita baru bisa membalas ala kadarnya.
Meskipun itu terjadi, dengan pikiran saat ini kita merasa siap. Seberat apapun berjuang yang penting tetap bersamanya. Tapi suatu saat pikiran itu akan berubah. Ketika kita sudah mulai merasakan kehidupan yang sebenarnya, baru kita tahu bahwa selama ini sudah salah dalam mengambil keputusan. Sudah salah karena terus bertahan dengan sosok yang sebenarnya tidak menginginkan kita.
Mungkin penyesalan itu tidak bisa diperbaiki, sehingga mau tidak mau harus membiasakan diri bersanding dengan orang yang tidak sesuai keinginan apalagi sesuai dengan yang kita butuhkan.
Baru saat itu kita teringat dengan sosok lain yang dulu begitu menginginkan kita, mau berjuang, dan bisa menjadi yang diinginkan ataupun dibutuhkan. Sayangnya itu sudah berlalu, kita tidak memilih dia hanya karena hasrat yang tidak terlalu tinggi.
Semoga saja dengan ini, bisa menjadi pengalaman kita dan menjadi pelajaran bagi orang lain agar bisa melihat bahwa orang yang berani berjuang untuk kita, itulah sosok yang bisa memberikan kebahagiaan dalam kehidupan jangka panjang.