Berawal dari kunjungan penulis ke jawa barat untuk keperluan pekerjaan, penulis bertemu dengan beberapa orang yang salah satunya adalah mantan geng motor. Sebut saja Asep, yang merupakan mantan anggota salah satu geng motor dengan banyak pengikut di kotanya.
Pada awalnya hanya sekedar komunitas motor biasa. Nongkrong, touring, dan sekedar berbagi masalah motor dan lainnnya. Tapi seiring berjalannya waktu, mulai muncul gesekan internal maupun eksternal. Munculnya gesekan sesama anggota hingga kadang antar geng motor lain, membuat arogansi pada tiap anggota mulai muncul.
Baik secara individu atau keseluruhan merasa perlu untuk membangun kekuatan. Untuk mendapatkan pengakuan diantara sesama anggota, masing-masing berusaha mendapatkannya dengan melakukan tindakan kriminal. Berkelahi, melukai orang, hingga kadang melakukan aksi perampokan.
Untuk mendapatkan pengakuan antar geng motor, mereka tidak segan-segan menyerang geng motor lain agar di takuti. Untuk mendapatkan kekuatan, merekrut banyak anggota yang kebanyakan didominasi oleh anak SMA. Mulai dari teman nongkrong, teman sekolah, hingga teman baru yang belum lama dikenal. Mereka yang diajak bergabung jarang melakukan penolakan, justru merasa bangga karena menjadi anggota geng motor.
Asep sendiri dalam berusaha mendapatkan pengakuan sesama anggota, sering berkelahi dan memukuli orang-orang yang terlibat masalah dengannya. Maka dinginnya jeruji besi sudah pernah dirasakannya. Bukan cuma itu, asep juga beberapa kali melakukan balapan liar dengan taruhan motor. Jika menang, bisa jadi modal untuk balapan berikutnya. Jika kalah tinggal mengaku kalau motornya hilang di curi orang. Kebanyakan tidak berani menerima tantangan, tapi setidaknya karena tantangan itu membuat asep jadi lebih disegani.
"Saya kan punya motor kencang, kalau ada geng motor lain yang arogan karena motornya kencang, saya tantang balapan. Kalau menang dapat motor, kalau kalah ngaku hilang sama keluarga kalau dicuri orang." jelas Asep.
Perkembangan geng motor dimana asep menjadi anggotanya, semakin lama justru keluar kendali. Jika dulu sikap arogan ditunjukkan secara berkelompok, semenjak adanya seragam, atribut, dsb tiap-tiap anggota sudah mulai petentang petenteng sendirian.
Bahkan setiap anggota baru yang masuk, terkesan diwajibkan untuk berbuat kriminal lebih dulu. Aksinya pun mulai keterlaluan, karena melukai orang secara acak tanpa pandang bulu. Pengguna jalan yang tidak berdosa tentu saja jadi sasarannya.
Selama jadi anggota, jika keluar tidak akan mendapat ketenangan. Karena akan selalu dicari, di aniaya secara bersamaan karena dituduh berkhianat. Bahkan diinterogasi untuk memastikan tidak bergabung dengan geng motor lain.
Satu-satunya cara agar bisa keluar dari geng motor tersebut, hanyalah pernikahan. "Selama belum nikah susah kalau mau keluar. Harus nikah dulu jadi punya alasan untuk tidak ikut lagi, itupun itungannya keluar secara halus. Tiap diajak nongkrong atau apa, bilangnya musti kerja buat istri", tutup Asep.
Kini Asep mengaku menyesal atas masa lalunya. Merasa malu bahkan rugi karena melakukan hal yang sia-sia. Andai dalam masa muda digunakan untuk merintis masa depan, mungkin saat ini dia bisa memiliki kehidupan yang lebih baik.
Kesimpulannya, tidak ada manfaat jika bergabung dengan geng motor kriminal. Lebih baik merintis masa depan karena keterlibatan dalam geng motor justru akan membuat generasi muda terhambat untuk mencapai cita-citanya.