Pembeli dengan logika awam cenderung menilai suatu barang secara subjektif. Sehingga menjadi tugas penjual untuk bisa menjelaskan tentang barang yang dijual. Tujuannya agar pembeli tidak tersesat dan tidak merasa dirugikan dalam suatu aktivitas jual beli. Sebab jika pembeli sudah merasa dirugikan, tentunya akan berdampak buruk terhadap penjual sendiri.
Kesan negatif yang bisa menular kepada orang terdekat, mampu mempengaruhi pemahaman orang lain yang bisa memberikan citra negatif bagi pedagang. Sebagai pedagang tentu tidak menginginkan hal ini. Sebab promosi dari mulut ke mulut juga memberi pengaruh besar terhadap usaha yang dijalani.
Maka sebagai pedagang pakaian harus bisa memahami logika awam pembeli dalam menilai suatu barang. Pahami dan berusahalah untuk meluruskan pemahaman yang salah.
1. Semakin kecil bentuk barang, dianggap akan semakin murah
Secara umum, produksi suatu barang jika membutuhkan bahan lebih banyak maka otomatis biaya yang dibutuhkan semakin banyak. Itulah cara logika awam bekerja, dan hal itu memang tidak salah. Tapi faktor lain juga harus diperhatikan, yang paling dekat adalah kerumitan dalam pengerjaan. Masih dipengaruhi oleh faktor lain seperti banyaknya permintaan dan kemampuan dalam menuruti permintaan tersebut, maka barang dengan ukuran kecil tidak selalu akan menjadi barang dengan harga murah. Makanya pakaian anak kecil tidak menjamin bisa lebih murah daripada pakaian anak dewasa meskipun bentuknya lebih kecil. Untuk itu pembeli harus dijelaskan bahwa pakaian lebih kecil harganya bisa lebih mahal bukan karena ambil untung terlalu besar, tapi karena harga grosirnya juga sudah mahal.
2. Ketebalan suatu barang dianggap sebagai penentu kualitas
Ini sering saya alami, bahan bagus dan nyaman dipakai tentunya memiliki harga yang lebih mahal meskipun tipis. Karena dari bahan dasar saja sudah mahal, yang otomatis harga dari pihak grosir juga mengikuti. Sayangnya pembeli awam sering menilai bahwa barang tipis seharusnya memiliki harga lebih murah. Apalagi ada produk serupa dengan bahan yang lebih tebal meskipun secara kualitas tidak lebih baik. Maka sebagai penjual harus bisa memberi pengertian terhadap masalah satu ini.
3. Semakin sedikit penggunaan aksesoris dalam suatu barang, maka dianggap bahwa barang tersebut seharusnya lebih murah
Ini baru saya alami tadi, beberapa menit sebelum artikel ini dibuat. Seseorang membandingkan dua produk yaitu jemper atau Hoodie tanpa zipper/resleting dengan harga lebih mahal daripada hoodie dengan resleting. Pembeli tersebut seolah tidak terima karena produk tanpa resleting justru memiliki harga lebih mahal daripada produk serupa yang memiliki resleting. Padahal yang menjadi pertimbangan harga bukan dipengaruhi satu faktor itu saja. Masih banyak hal lain yang menjadi bahan pertimbangan seperti bahan, sablon, ketersediaan barang, biaya pengiriman, dan masih banyak hal lainnya.
4. Kualitas pengemasan juga jadi faktor penilaian
Hal ini biasanya terkait produk dengan kemasan kardus atau box. Produk dengan bungkus plastik biasa sering dianggap lebih murah meskipun didalamnya terdapat produk berkualitas. Sedangkan produk dengan bungkus box atau kardus dianggap lebih mahal, apalagi dalam pengemasan terlihat berkelas. Yang membuat pembeli meragukan kualitas produk itu umumnya jika produk berkualitas dengan harga mahal tapi tidak dibungkus dalam box, padahal seharusnya produk seperti itu akan lebih meyakinkan jika dibungkus dengan box. Seperti misalnya produk kaos dalam atau celana dalam.
5. Cara pedagang memperlakukan barang tidak luput dari penilaian
Produk asal lempar, menggantung hanya dengan hanger, melipatnya terlalu cepat juga bisa dianggap sebagai produk murah. Apalagi jika hanya ditumpuk dalam keranjang tentu akan menciptakan kesan sebagai barang murahan. Tapi akan berbeda ceritanya jika produk tersebut diperlakukan lebih baik, melipatnya hati-hati, digantung dengan hanger sekaligus plastik sebagai pelindung, atau perlakukan lain yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan barang premium, tentunya pembeli akan menjadi lebih yakin.
6. Perbandingan antara toko satu dengan lainnya fokus kepada harga meskipun barangnya hanya serupa dan sebenarnya tidak sama
Toko A menjual jaket gunung dengan harga 250.000, Toko B menjual jaket gunung dengan model sangat mirip dan bahan hampir serupa dengan harga 200.000. Logika awam selama barang masih tampak sama, maka dianggap bahwa toko A mengambil keuntungan terlalu banyak. Padahal jika kedua barang disejajarkan dan diteliti, bisa saja memiliki perbedaan kualitas yang sangat jauh. Maka bagi pedagang, lebih baik menjual produk serupa dengan tingkatan kualitas yang berbeda-beda untuk perbandingan.
7. Bagi yang terbiasa menawar harga, akan lebih mantap berbelanja di tempat yang bisa ditawar meskipun harga sudah di mark up terlalu banyak
Misalnya di toko "Madjongke Shop" untuk kaos full print menjual dengan harga pas 50.000. Pembeli pernah menawar di toko "Madjongke shop" tapi tidak berhasil menurunkan harga. Kemudian pembeli tersebut pergi ke toko lain untuk membeli jaket. Harga jaket 150 ribu kemudian ditawar dan berhasil dibawa pulang dengan harga 120 ribu. Padahal di "Madjongke shop" ada jaket yang sama dari merk hingga kulitas dijual 110 ribu pas. Tapi pembeli itu lebih mantap membeli di toko lain karena sebelumnya pernah menawar harga di "Madjongke shop" tapi tidak berhasil. Dalam pikiran pembeli tersebut, merasa sudah bisa menghemat karena berhasil menawar harga.