"Memang rumah tembok sudah keramik pasti orang mampu, itu tetangga sebelah rumah sederhana tapi sawah luas juga dapat bantuan", "Itu tidak adil, dia orang mampu tapi karena ada kedekatan dengan oknum dapat bantuan juga, saya juga lebih berhak dong kalau gitu". Seperti itulah gejolak jiwa orang-orang yang merasa punya hak untuk mendapat bantuan dari pemerintah. Meskipun secara materi, mereka sudah bisa dikatakan mampu. Seolah berebut menunjukkan "kemiskinannya" demi bantuan pemerintah yang tidak seberapa.
Padahal pada kondisi lain, dilingkungan luar justru berusaha menunjukkan sebagai orang mampu bahkan menunjukkan kesan sebagai orang kaya. Kenapa ini bisa terjadi, berikut beberapa kemungkinan yang jadi alasannya.
1. Jika soal bantuan, mereka memiliki cara pandang tentang orang miskin sesuai versi masing-masing
Yang punya tanah banyak tapi rumah jelek, merasa lebih berhak karena menganggap kekayaan itu diukur dari kemampuan membuat rumah yang bagus. Yang rumahnya bagus, menganggap lebih berhak karena merasa kekayaan itu diukur dari jumlah "aset" yang dimiliki. Yang punya rumah bagus, punya tanah luas, merasa bahwa kekayaan diukur dari penghasilan per bulan. Sehingga masing-masing akan bertahan pada cara pandang masing-masing. Dan semua itu didasari oleh jiwa miskin yang lebih suka menerima daripada memberi.
2. Tidak tepat sasaran dalam menentukan warga miskin oleh oknum yang mendapatkan wewenang
Menentukan warga miskin biasanya dimulai dari orang-orang terdekat, orang yang disukai, miskin sesuai cara pandang oknum yang menyeleksi, dan lain sebagainya. Ketika orang yang dianggap mampu mendapatkan bantuan, maka orang yang merasa lebih miskin menjadi tidak terima. Seolah-olah tidak ada keadilan dalam proses seleksi tersebut.
3. Atas dasar rasa iri
Kalau namanya menerima bantuan, kebanyakan suka muncul rasa iri. Yang lain dapat seharusnya mereka juga dapat. Makanya ketika ada bantuan, cenderung berusaha menunjukkan kesan pantas untuk mendapatkannya juga. Dan dampaknya, masing-masing berusaha menunjukkan kesan miskin dengan beberapa bukti. Lagi-lagi hal ini sifatnya tidak bisa objektif. Sudah pasti hal itu akan ditunjukkan sesuai cara pandang masing-masing.
FAKTANYA
Pada kenyataannya, mereka yang sok miskin jika menyangkut bantuan justru cenderung sok kaya ketika berada pada kondisi lain. Merasa malu jika berpenampilan miskin ketika bepergian, memakai kendaraan butut, bahkan ada perasaan tidak terima jika diejek miskin oleh orang lain.