Pertanyaan 'kapan nikah' jika diberikan kepada orang yang sudah berumur tapi masih sendiri, itu ibarat tuntutan yang harus segera dipenuhi. Seolah-olah belum menikah adalah suatu kesalahan. Banyak sekali korban pertanyaan semacam ini yang merasa risih bahkan ada yang sampai sakit hati. Mewakili perasaan tersebut, berikut penulis sampaikan kalimat untuk tamparan bagi pihak-pihak yang selalu tanya "kapan nikah".
1. Kalian harus tahu, menikah bukan sekedar comot calon pasangan, upacara pernikahan, dan selesai begitu saja. Tidak sesederhana itu, sebab ada tuntutan sosial yang terkait tradisi dan adat istiadat. Belum lagi persiapan lain-lain yang tidak sedikit. Proses kalian mungkin terasa lebih mudah, tapi keadaan orang lain tidak selalu sama. Bisa saja ada masalah yang harus diselesaikan dimana hal itu menjadi sebuah penghalang. Iya jika cuma satu masalah, jika ada beberapa tentu akan lebih rumit. Dan itu tidak harus dipublikasi hanya untuk menangkis pertanyaan kapan nikah.
2. Kalian juga harus tahu, pertanyaan semacam itu memiliki alur yang begitu begitu saja. Awalnya tanya kapan nikah, oke dituruti. Setelahnya kapan punya anak, ok di turuti. Dan nantinya akan semakin banyak tuntutan halus lain seperti 'kapan punya rumah', 'kapan nambah anak', dan berbagai macam tuntutan halus lain. Seolah kalian menganggap alur kehidupan semua orang itu sama. Itu hidup kami, jadi biarkan kami menjalani berdasarkan apa yang menurut kami sesuai.
3. Kalian seharusnya menyadari bahwa pertanyaan itu sangat sensitif. Sebagian dari kami mungkin bisa menerima dan menganggap hal itu biasa. Tapi sebagiannya lagi belum tentu. Mereka bisa saja sakit hati dengan pertanyaan kalian. Masih mending kalau cuma mengendap didalam hati, bagaimana jika diekspresikan dengan tindakan merusak diri sendiri?.
4. Cobalah untuk mencari bahan basa basi yang lain, terus terang kami merasa tidak nyaman dengan pertanyaan semacam itu. Kami punya pengetahuan, keahlian, bahkan infomrasi yang kalian butuhkan. Kenapa tidak menanyakan hal itu saja, tentunya kami akan dengan senang hati menjawabnya.
5. Ingat, cara pandang kalian dengan kami itu sudah berbeda jauh. Jangan merasa bahwa cara pandang kalian merupakan yang paling benar. Selama cara pandang kami tidak melanggar hukum negara dan agama kami, tolong hargai cara pandang kami yang seperti ini.
6. Kalian juga harus melihat realita disekitar, sudah berapa banyak pasangan suami istri yang bercerai karena keduanya tidak bisa menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik. Dan sebagian dari mereka merasa salah memilih pasangan, karena semua diawali oleh tuntutan sosial kalian. Masih mending jika cerai tanpa anak, jika sudah ada anak tentu korbannya bukan hanya 2 orang.
7. Diperjelas lagi, fase atau alur kehidupan setiap manusia itu berbeda-beda. Ada yang memang takdirnya menikah muda, ada yang takdirnya menikah setelah
berumur. Kita semua tidak bisa memaksakan karena hanya mampu berusaha. Masalah telat atau tidak itu bukan karena batas usia lajang kami lebih tua dari kalian, tapi karena adat dan kebiasaan tempat tinggal kita yang membatasinya. Misalnya disini umur 25 dianggap telat, tapi di wilayah lain bisa saja umur 30 masih dianggap terlalu muda.
Intinya kalian jangan terlalu memikirkan masalah orang lain, kecuali kalian adalah anggota keluarga. Kalau kalian ingin memberikan nasehat, lebih baik lakukan dengan tindakan nyata. Menyiapkan tabungan buat bantu biaya pernikahan kami nanti, mendatangkan sosok yang bisa membuat kami tergoda, atau yang menguntungkan begitu kan enak.