Pertanyaan 'kapan nikah' yang dilontarkan orang lain kepadamu, secara tidak langsung menuntut kamu untuk segera menikah. Meskipun mereka melakukan itu, dengan niat yang bermacam-macam.
Ada yang hanya ingin basa basi saja, ada yang memang merasa peduli, namun ada juga yang sengaja usil untuk menyerang pribadimu. Apapun niatnya, yang pasti ada kalanya hal itu menyakiti perasaan seseorang.
Mudahnya saja kamu adalah yang menjadi korbannya. Kalau kamu sadar, tuntutan semacam ini tidak akan pernah ada berhentinya. Akan ada saja tuntutan sosial lain meskipun kamu sudah berusaha memenuhi semuanya.
Anggap saja ketika kamu sedang jomblo, ada saja yang tanya kapan punya pacar, itu yang pertama. Bahkan mungkin ada yang langsung bertanya kapan nikah, jika kamu dianggap sudah berumur.
Anggap saja tuntutan itu kamu penuhi, segera punya pacar atau malah langsung menikah. Tidak akan berhenti disitu saja, jika kamu memutuskan untuk tidak memiliki anak lebih dulu, atau mungkin sudah berusaha tapi belum terpenuhi, pertanyaan berikutnya mudah ditebak. 'Sudah berisi belum', 'kapan punya momongan', bahkan dilingkungan pergaulan yang keras, ada unsur penghinaan didalamnya.
Misalnya, 'Kamu itu bisa bikin anak apa tidak sih'. Dari situ saja kamu pasti akan terprovokasi, kemudian berpikir bagaimana secepatnya untuk memiliki anak. Terlalu cepat salah, lama juga merasa salah.
Kalau sudah ada anak, muncul lagi tuntutan sosial lain, 'kapan punya adek itu dedek', dsb. Seakan-akan dituntut untuk memiliki momongan lagi. Jika kamu terus menuruti hal ini, akan semakin banyak lagi tuntutan sosial yang lain-lain.
Mulai dari bikin rumah atau beli, jika kamu belum punya. Bahkan bukan hanya itu, ada saja yang bilang beli mobil jika kamu belum memilikinya. Seolah-olah fase kehidupan setiap orang harus sama menurut mereka. Pacaran, menikah, punya anak setelah setahun, beberapa tahun kemudian punya anak lagi, punya rumah sendiri, punya kendaraan keluarga, hidup bahagia.
Tolak ukur masyarakat umum yang seolah mendefinisikan kebahagiaan. Dan ketika kamu berusaha memaksakan diri memenuhi semua tuntutan sosial itu, kamu sendiri yang susah. Mereka cuma berkomentar dan kamu yang kerja keras bahkan memaksakan diri.
Padahal perlu kamu ingat, fase hidup setiap orang berbeda-beda. Masalah menikah, punya anak, beli rumah, beli mobil, dsb itu selain takdir, juga merupakan keputusan kamu sendiri berdasarkan kondisi.
Jangan sampai hidup dari omongan orang lain, jika kamu merasa nyaman dengan kondisi yang ada, jalani saja. Kebahagiaan tidak diukur dari fase hidup yang sama seperti orang pada umumnya, kebahagiaan itu berasal dari diri kamu sendiri.
Jika terus menuruti apa kata mereka, bukan bahagia, tapi yang ada kamu malah menderita. Dan satu pesan untuk mereka, setiap orang punya jalan dan kisah hidup yang berbeda.
Menikah pada usia apapun bukan masalah, mempersiapkan diri lebih baik sebelum punya anak juga bukan masalah, dan yang pasti kebahagiaan setiap orang tidak bisa diukur dari satu sudut pandang saja. Hargai orang lain apapun keputusannya. Berkomentar seperlunya karena itu tidak akan pernah meringankan beban, yang ada justru menambah beban pikiran.
Baca juga : 10 Kata Sindiran Untuk Orang Yang Suka Mencampuri Kehidupan Orang Lain